Informasi Lion Air JT-610 Sebelum Jatuh

Pesawat Lion Air tujuan Jakarta – Pangkal Pinang hilang kontak pada Senin pagi (29/10). Sejumlah informasi penting tentang penerbangan pesawat itu terekam dalam aplikasi Flight Radar 24.


Flight Radar 24 merupakan sebuah situs web sekaligus aplikasi mobile pelacak penerbangan pesawat di seluruh dunia. Layanan ini mampu menunjukkan asal dan tujuan penerbangan, nomor penerbangan, jenis pesawat, posisi, ketinggian hingga kecepatan.
Berdasarkan informasi dari Flight Radar 24, pesawat bernomor penerbangan JT-610 itu lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta pada pukul 23.21 UTC (Universal Time) atau 06.21 WIB. Pesawat tersebut kemudian hilang dari pantauan pada pukul 23.31 UTC atau 06.31 WIB.
Selama 10 menit itu, Flight Radar 24 mencatat banyak fakta tentang penerbangan tragis tersebut. Salah satunya fakta berupa adanya penambahan kecepatan di detik-detik terakhir pesawat itu jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat.
Flight Radar 24 merekam bahwa kecepatan awal JT-610 ada pada angka 197 knot. Saat itu terjadi, pesawat yang dikomandoi pilot Bhavye Suneja ada pada ketinggian 350 kaki.
Dalam dua menit pertama usai lepas landas, Pesawat JT-610 kemudian terus menambah kecepatan. Pada menit 23:23:05 UTC, kecepatan pesawat ada pada angka 334 knot dengan tinggi mencapai 1.625 kaki.
Pada detik-detik selanjutnya, pesawat tampak mulai menurunkan kecepatan. Bersamaan dengan itu, pesawat juga terus menambah ketinggian. Pada menit 23:24:40 UTC, kecepatan ada pada angka 294 knot dan ketinggian mencapai 4.450 kaki.
Sesudahnya, kecepatan maupun ketinggian pesawat relatif stabil. Hingga pada pukul 23:29:35 UTC, kecepatan pesawat bertambah dari 289 knots menjadi 310 knot. Bersamaan dengan itu, ketinggian pesawat menukik turun dari 5.250 kaki menjadi 4.500 kaki.
Keanehan lalu mulai muncul saat pesawat menambah kecepatan namun dibarengi dengan pesawat yang terus menukik turun.

Puncaknya pada pukul 23:31:45 UTC, saat itu kecepatan pesawat meningkat menjadi 345 knots. Namun kecepatan yang tinggi tersebut justu dibarengi dengan ketinggian yang menurun drastis. Tercatat bahwa ketinggian pesawat ada di angka 3.650 kaki, dari sebelumnya ada di angka 5.450 kaki.
Saat itu terjadi, informasi yang diterima Flight Radar 24 dari pesawat tersebut hilang kontak. Saat itu pula publik tahu bahwa pesawat yang membawa 181 penumpang tersebut tidak baik-baik saja.
Sebagai gambaran, pesawat komersial yang hendak mendarat biasanya akan menurunkan kecepatan menjadi 80-120 knots. Bersamaan dengan itu, pesawat akan mengeluarkan roda pesawat atau landing gear untuk meredam kecepatan.
Bila lebih dari itu, maka akan terasa getaran hebat saat melakukan pendaratan. Hal itu akibat pesawat yang sedikit ditekan ke landasan agar ban pesawat dapat mencengkram landasan. Tak mengherankan bila kemudian kecepatan 345 knots mengakibatkan kerusakan yang luar biasa pada pesawat itu. Direktur Operasi Basarnas Brigjen TNI Mar Bambang Suryo Aji bahkan menyebut potongan jasad yang tak utuh maupun tubuh pesawat yang hancur akibat tingginya pesawat tersebut menukik.
“Kalau menurut saya, karena dari ketinggian sekitar 3.000 feet (kaki) itu menuju air Itu tekanannya lebih keras, mungkin ada potongan pesawat karena yang kena korban,” kata Suryo saat konferensi pers di kantor Basarnas, Kemayoran, Jakarta, Senin (29/10).

Pintu darurat pesawat Lion Air yang ditemukan di lokasi.

Pintu darurat pesawat Lion Air yang ditemukan di lokasi, Senin (29/10/2018). (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)

Jatuhnya pesawat dari ketinggian 3.000 kaki membuat tekanan menuju ke laut semakin tinggi. Suryo menilai, tekanan tinggi ini yang menyebabkan benturan pesawat ke air juga sangat keras.
Menurut analisis yang dilakukan sejumlah warganet di media sosial Reddit, kecepatan tinggi yang dibarengi dengan menukiknya pesawat merupakan keputusan pilot Bhavye Suneja. Pilot Bhavye disebut-sebut mengambil keputusan itu untuk meningkatkan kecepatan demi menyelamatkan pesawat yang hendak jatuh.
Direktur Utama AirNav Indonesia Novie Riyanto mengatakan, pilot pesawat JT-610 sempat meminta kembali ke landasan atau Return to Base (RTB) 2-3 menit setelah take off.
“Setelah take off 2-3 menit, pesawat minta RTB, itu saja. Tugas kami adalah melayani. Karena pilot minta RTB, ATC mempersilakan,” ujar Novie Riyanto di posko pengaduan Terminal 1 Bandara, Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Senin (29/10).

Proses evakuasi puing-puing pesawat Lion Air di JICT Priok

Proses evakuasi puing-puing pesawat Lion Air di JICT Priok, Senin (29/10/2018). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)

Namun, Novie mengatakan pihaknya belum dapat memastikan apa penyebab pilot meminta RTB. Saat ditanya apakah pesawat Lion Air JT-610 jatuh saat perjalanan kembali menuju bandara Soekarno-Hatta, Novie juga belum bisa memastikannya.
“Tidak seperti itu (jatuh saat perjalanan ke bandara Soekarno-Hatta), kan proses nya panjang, nanti kan ada investigasi berdasarkan recording, radar, ini semua kewenangan KNKT untuk men-judge,” kata Novie.
Sementara itu, pihak Lion Air mengakui bahwa sebelum terbang ke Pangkalpinang, JT-610 sempat mengalami kendala teknis. Hal itu diutarakan Dirut Lion Air Group Edward Sirait “Pesawat terakhir terbang dari Denpasar-Cengkareng dalam posisi memang ada laporan ada masalah teknis,” ujar Edward kepada wartawan di kantornya, Senin (29/10).
Hingga saat ini, pencarian terhadap ratusan penumpang pesawat tersebut terus dilakukan. Pemeriksaan terhadap black box atau kotak hitam pun kini tengah diperiksa lebih lanjut.

Di tulis oleh: