Revisi PP PSTE tentang Data Center di Indonesia Jadi Kontroversi

Revisi PP PSTE tentang Aturan Data Center di Indonesia Jadi Kontroversi. Langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) menimbulkan kontroversi, terutama di kalangan para pelaku bisnis data center di Indonesia.
Ini dikarenakan perubahan signifikan dalam revisi itu terletak pada pasal 17 ayat (2) yang membahas tentang data center di Indonesia.
Dalam peraturan awal, penyedia layanan diharuskan menempatkan data center (pusat data) dan pusat pemulihan data (disaster recovery center) mereka secara fisik di wilayah Indonesia.

Baca Juga: Datacenter IDC 3D Mati Listrik

Namun, pemerintah melakukan perubahan dalam pasal tersebut dan tidak lagi mewajibkan pengelola data center untuk menempatkan pusat datanya di Indonesia, melainkan hanya data yang disebut ‘strategis’ saja yang harus berada di Indonesia.

Berikut bunyi pasal 17 ayat (2) dalam revisi PP PSTE.

Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menempatkan dan memproses Data Elektronik Strategis pada pusat data dan pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia.

Pasal 7 ayat (2) dalam draft revisi PP PSTE

Sementara untuk peraturan awalnya sebelum diubah adalah sebagai berikut.

Penyelenggara Sistem Elektronik untuk pelayanan publik wajib menempatkan pusat data dan pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia untuk kepentingan penegakan hukum, perlindungan, dan penegakan kedaulatan negara terhadap data warga negaranya.

Pasal 7 ayat (2) PP PSTE, sebelum revisi

Dari perubahan tersebut, tidak dijelaskan apa data elektronik strategis yang dimaksud. Dan yang menjadi sorotan adalah perubahan ini memungkinkan penyedia layanan data center dari luar Indonesia bisa masuk dengan mudah ke Tanah Air.
Sebuah siaran pers bersama yang dikeluarkan oleh ACCI (Asosiasi Cloud Computing Indonesia), APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), IDPRO (Indonesia Data Center Provider Organization), serta ABDI (Asosiasi Big Data & AI), melayangkan protes terhadap perubahan itu yang menyebutkan revisi PP PSTE akan menguntungkan pemain asing.
Mereka mengkhawatirkan perubahan ini akan mengaburkan kedaulatan negara dan menguntungkan pemain asing. Sementara bisnis data center dari pemain lokal akan terancam.
“Kami melihat setiap aturan itu harusnya menegakkan kedaulatan negara, memajukan bangsa, menjamin keamanan warga negaranya, serta menciptakan fair playing field. Roh ini rasanya belum terwakili dalam semangat revisi PP PSTE,” ujar Ketua Umum ACCI, Alex Budiyanto.
Menurutnya penyusunan draft revisi PP PSTE ini tidak transparan, karena pemain lokal tidak dilibatkan dalam penyusunannya.
 
Kominfo angkat bicara Namun, anggapan itu dibantah oleh pihak Kominfo. Pemerintah mengaku telah melibatkan pemangku kepentingan dalam merumuskan perubahan tersebut untuk memberikan kepastian iklim demi menjaga kedaulatan negara.
Kominfo juga buka suara tentang perubahan pada pasal 7 ayat (2) yang tidak lagi mewajibkan penyedia layanan untuk menempatkan data center fisik di Indonesia. Alasannya, pemerintah ingin meningkatkan arus investasi ke dalam negeri dan meningkatkan iklim kemudahan usaha.
“Kominfo bersama pemangku kepentingan menilai kewajiban penempatan fisik data center dan data recovery center tidak sesuai dengan tujuannya, karena kepentingan utama pemerintah adalah terhadap data bukan fisiknya,” jelas Kominfo, dalam siaran pers yang diterima kumparan.
Selain itu, Kominfo juga beralasan penempatan data center ini belum ada jaminan hukum yang kuat terkait perlindungan data di Indonesia sehingga penyedia layanan dari asing ragu untuk menempatkan atau menggunakan data center di Indonesia.
Pada 22 Oktober 2018, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly sudah menyampaikan draft revisi RPP PSTE yang telah selesai diharmonisasi. Kemudian pada 26 Oktober atas dasar surat Menkumham, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menyampaikan RPP perubahan PP PSTE itu kepada Presiden untuk persetujuan.
Setelahnya, Setneg akan melakukan sinkronisasi akhir sebelum naskah revisi PP PSTE ditandatangani Presiden Jokowi.



Di tulis oleh: